Pengertian Kalam Dalam Ilmu Nahwu
Pengertian kalam dalam ilmu nahwu pembahasan ini sangat tepat untuk kalian lebih memahami ilmu nahwu untuk belajar bahasa arab yang baik.
Dalam bab ini terdapat dua permasalahan:
Permasalahan Pertama: Apakah yang Dimaksud dengan Kalam Menurut Para Ahli Nahwu?
Kalam adalah susunan yang terdiri dari dua kata atau lebih, dan memberikan faedah (makna) yang sempurna yang pantas untuk berhenti padanya. Maksudnya, jika pembicara diam (diamnya itu) memberikan manfaat/pemahaman yang sempurna (dimengerti), sehingga si pendengar tidak perlu meminta penjelasan lagi untuk memahaminya.
Contoh [1]:
زَيْدٌ مُجْتَهِدٌ
Artinya: "Zaid adalah orang yang rajin."
Contoh [2]:
جَاءَ عَمْرٌو
Artinya: "Amr telah datang."
Contoh [3]:
صَعِدَ الخَطِيبُ عَلَى المِنْبَرِ
Artinya: "Sang khatib telah naik ke atas mimbar."
Penjelasan:
Jika kamu perhatikan setiap bagian dari ketiga contoh ini, kamu akan dapati bahwa masing-masing bagiannya tidak memberikan faedah (makna) yang sempurna yang pantas untuk berhenti padanya. Setiap kata seperti "زَيْدٌ" dan "مُجْتَهِدٌ", "جَاءَ" dan "عَمْرٌو", serta "صَعِدَ", "الخَطِيبُ", "عَلَى", dan "المِنْبَرِ" dianggap sebagai bagian dari kalimat dan disebut sebagai kata (kalimah), tetapi tidak memberikan makna yang sempurna.
Akan tetapi, jika kamu perhatikan setiap contoh dari ketiga contoh ini secara keseluruhan, kamu akan dapati bahwa masing-masing memberikan faedah (makna) yang sempurna yang pantas untuk berhenti padanya. Oleh karena itu, setiap contoh tersebut disebut sebagai Kalam (ucapan/kalimat) menurut para Ahli Nahwu.
Faedah:
Terkadang suatu Kalam tersusun dari dua kata, di mana satu kata tampak jelas (zhahir) dan kata lainnya tersembunyi (mustatar).
Contoh: اقْرَأْ artinya: "Bacalah!"
Ini bukanlah satu kata, melainkan dua kata: satu kata yang tampak jelas adalah "اقْرَأْ" (Bacalah!), dan kata lainnya yang tersembunyi adalah "أَنْتَ" (engkau) sebagai subyek yang diperintahkan.
Permasalahan Kedua: Apakah Satu Kata Tunggal Disebut Kalam Menurut Para Ahli Nahwu?
Satu kata tunggal tidak disebut Kalam menurut para Ahli Nahwu, karena ia tidak memberikan faedah (makna sempurna) yang pantas untuk berhenti padanya.
Contoh [1]: جَاءَ (Datang)
Contoh [2]: زَيْدٌ (Zaid)
Contoh [3]: شَجَرَةٌ (Pohon)
Penjelasan:
Jika kamu perhatikan contoh-contoh ini, kamu akan dapati bahwa setiap contoh hanya tersusun dari satu kata dan tidak memberikan faedah (makna sempurna) yang pantas untuk berhenti padanya. Oleh karena itu, kata tunggal tidak disebut Kalam menurut para Ahli Nahwu.
KECUALI jika ada konteks yang membuat maknanya menjadi lengkap (muqaddar). Seperti:
- Jika seseorang bertanya: "ماذا فَعَلَ زَيْدٌ؟" (Apa yang telah Zaid lakukan?) dan dijawab "جَاءَ" (Datang), maka yang dimaksud adalah "جَاءَ زَيْدٌ" (Zaid telah datang). Ini disebut Kalam.
- Jika seseorang bertanya: "مَنِ الَّذِي نَجَحَ؟" (Siapakah yang berhasil?) dan dijawab "زَيْدٌ" (Zaid), maka yang dimaksud adalah "زَيْدٌ نَجَحَ" (Zaid-lah yang berhasil). Ini disebut Kalam.
- Jika seseorang bertanya: "مَاذَا زَرَعْتَ؟" (Apa yang kamu tanam?) dan dijawab "شَجَرَةً" (Pohon), maka yang dimaksud adalah "زَرَعْتُ شَجَرَةً" (Aku menanam sebuah pohon). Ini disebut Kalam.
Sumber: Al-Mukhtasar Fii an-Nahwi karya Khalid bin Mahmud Al-Juhani, hal. 31-32.
di arofta academy kalian bisa memulai langkah belajar dengan mengikuti kursus nahwu shorof yang tentunya kami memberikan materi materi yang sesuai dengan tingkat pembelajarannya.
Posting Komentar